Penjaga Gawang: Aktor atau Kambing Hitam?


(21/5)

Persija menatap mantap musim yang baru. Berbekal dua gelar juara turnamen pramusim, Persija melangkah pasti menghadapi dua kompetisi sekaligus di musim ini: Liga 1 dan AFC Cup. Persija tampil superior di awal musim, terlebih setelah mampu lolos dari fase grup AFC Cup dan menjadi satu-satunya wakil Indonesia di semifinal AFC Cup. Anggapan masyarakat, Persija akan mampu bersaing dengan tim-tim papan atas yang bertabur bintang, sebut saja Bali United, tim kaya dengan segudang pemain berkualitas atau Persipura, tim yang tidak terdengar gaungnya saat pramusim tapi tetap terlihat menakutkan bagi lawan-lawannya. Belum lagi nama besar yang Persija sandang, pun Gelora Bung Karno terasa menyiksa bagi siapa saja yang datang bertamu.

Semua orang tahu, saya, kamu. Semua orang paham roda hidup terus berputar. Persija yang gagah perkasa di awal musim tadi, seakan menjadi kerupuk disiram kuah bakso akhir-akhir ini. Empat kekalahan beruntun di semua kompetisi buktinya. 360 menit mereka lalui tanpa pernah sekalipun meraih poin sempurna. Barulah di minggu berikutnya Persija kembali menemukan tajinya saat berhadapan dengan Persipura, poin tiga mereka kemas di kandang. Namun, situasi bergerak sangat dinamis. Di pekan ke-11 ini, sudah hampir menyentuh paruh musim, Persija menerima kekalahan keempat di liga. Hal ini sulit dipercaya, tapi begitulah adanya.

Di klasemen, Persija merosot, jatuh di papan tengah. Bukan tempat yang seharusnya diduduki oleh tim sekelas Persija. Hal ini bukan omong kosong. Persija dihuni oleh pemain-pemain terbaik di Indonesia, strategi yang digunakan Persija pun tidak bisa dibilang buruk. Hal yang menjadi pertanyaan besar jika Persija bisa duduk di posisi itu, terlepas dari Persija yang masih hutang dua pertandingan.

Meski terlihat baik-baik saja, Persija mau tidak mau harus mengakui kehilangan Andritany merupakan kehilangan yang sangat berdampak. Andritany mengalami cedera saat bermain untuk timnas Indonesia di ajang PSSI Anniversary Cup, kehilangan yang tidak disangka-sangka dan –mungkin- tidak pernah masuk dalam sangkaan siapapun. Diakui atau tidak, kiper-kiper pelapis Persija memang tidak sebaik dan sematang Andritany. Dari segi usia, mereka masih muda. Pengalaman? Hanya Pagliuca Rossy yang pernah merasakan jersey timnas –kendati demikian ia tidak pernah diturunkan-.

Terkadang, posisi penjaga gawang bisa jadi posisi paling krusial. Entah karena penyelamatan penting entah karena blunder, penjaga gawang bisa menjadi aktor utama di sebuah sandiwara bernama sepak bola. Seperti yang sama-sama kita tahu, penjaga gawang sekelas tim Liverpool saja bisa membuat blunder, bahkan di pertandingan maha penting: final Liga Champion Eropa.

Penjaga gawang mutlak bisa melakukan kesalahan. Di manapun penjaga gawang hanyalah seorang manusia yang bisa salah, meski begitu hal ini bukan alasan yang tepat jika seorang penjaga gawang mau berlindung di baliknya. Pengawal pos terakhir dari sebuah tim sepak bola ini dituntut untuk melakukan sedikit sekali kesalahan, posisinya sangat krusial. Dalam latihannya berkali-kali refleksnya diuji, ketenangannya jika sewaktu-waktu menghadapi situasi genting, tendangan 12 pas misalnya.

Setahun terakhir posisi Andritany sebagai penjaga gawang utama Persija tidak pernah tergeser. Keluar masuk pemain berposisi serupa tidak membuat posisinya tergoyah. Andritany hanya akan diganti jika dirinya mendapat larangan bermain atau cedera. Di tengah prestasinya yang kian cemerlang, siapa sangka ia harus mendapat cedera di tengah padatnya jadwal pertandingan.

Segera kiper-kiper pelapis Persija disiapkan. Terlalu tiba-tiba memang, sejauh ini kiper-kiper pelapis Persija dianggap gagal memenuhi ekspektasi publik. Rizky Darmawan misalnya, musim lalu bahkan ia memulai debutnya di pekan ke-32, nyaris menyentuh akhir musim, menggantikan Andritany yang mendapat akumulasi kartu. Sedangkan di musim ini dia harus bersiap lebih awal, melakoni laga pertamanya di ajang AFC Cup. Tegang, grogi, minder, atau pesimis mungkin dirasakannya, tapi itu semua tidak menghalangi semangatnya untuk memberikan yang terbaik. Sayang, di laga pertamanya itu ia melakukan blunder, satu kesalahan yang membuat pandangan baik publik terhadapnya runtuh seketika.

Lalu Daryono, kiper yang juga merupakan anggota TNI ini mendapatkan jatahnya untuk mengawal gawang Persija di gelaran Liga 1. Perjalanannya pun tidak begitu mulus, dirinya sempat terlibat kontroversi ‘gol tangan Tuhan’ milik Persela.

Namun, inilah proses yang harus pemain-pemain itu lewati. Dan publik pun diwajibkan bersabar dan mengerti. Harus dikatakan memang, kualitas Andritany dan kiper pelapisnya sangat timpang. Karenanya, butuh waktu untuk menjadikan kiper-kiper itu sekelas atau paling tidak mendekati Andritany. Dulu, Andritany juga pernah merasakan itu, menghiasi bangku cadangan, menjadi bayang-bayang Hendro Kartiko atau Jendri Pitoy. Akan tetapi, dengan kegigihan dan kerja kerasnya, selepas Hendro dan Jendri hengkang, ia menjelma menjadi kekuatan baru di bawah mistar Persija.

Sebagai pendukung yang tentunya menginginkan hasil yang terbaik untuk Persija, kita hanya perlu terus mendukung. Mungkin iya kritik diperlukan, managemen Persija sendiri yang berkata mereka terbuka dengan kritik, tapi tentu kita harus paham bedanya kritik dengan perundungan. Saya sangat setuju dengan kata-kata bijak berikut, ‘tanaman tumbuh dengan hujan, bukan dengan petir’. Tanaman itu kita ibaratkan pemain, hujan kita ibaratkan motivasi, dan petir kita ibaratkan cacian. Cacian-cacian yang terlontar itu tidak akan membuat segalanya baik, malah salah-salah kita mencaci pemain bisa down dan merusak tim.

Tidak ada yang tahu masa depan, siapa yang menyangka jika suatu saat Rizky atau Daryono lah kiper nomor 1 Persija. Saya masih ingat, mungkin sebagian juga masih. Dulu di tahun 2015, posisi penjaga gawang juga menjadi sorotan, kali ini datang dari penjaga gawang timnas u-19, Satria Tama. Saat itu Indonesia berhasil dipecundangi lawannya di gelaran AFF U-19 2015, tak hanya itu, Satria Tama yang saat itu mengawal gawang Indonesia berhasil dipermalukan lewat gol nutmeg. Kritik, cacian, dan segala bentuk hujatan membanjiri kolom komentar media sosialnya. Dan, ya siapa sangka ia berkembang begitu pesat, penampilannya mengesankan banyak pihak kala sekali lagi mengawal gawang Indonesia dua tahun kemudian. Orang-orang seakan lupa, ia lah orang yang mereka caci dulu, orang yang mereka kambing hitamkan sebagai penyebab kekalahan.

Ya, begitulah manusia. Begitulah hidup.

Untuk bang Rizky dan mas Daryono, jangan pernah menyerah dengan keadaan. Hari-hari kedepan memang akan sulit. Namun inilah jalan yang harus kalian tempuh Semangaaat. Cuma ini yang bisa saya kasih bang!

Komentar