Bukan Sepak Bola Indonesia Jika Tanpa Rivalitas?



Suatu sore, saya sedang duduk menghadap smartphone saya. Angin berhembus, menemani saya menjelajah di dunia maya. Pergerakan jemari saya terhenti ketika melihat postingan di sebuah jejaring sosial dengan identik warna ungu di logonya, disana dikatakan bahwa “Bonek dan The Jakmania Kini Berdamai”. Dalam postingan itu disertakan tulisan “Bonek dan The Jakmania kini berdamai. Mereka bukan mengkhianati Viking ataupun Aremania. Mereka hanya ingin menutup lembaran hitam sepak bola Indonesia. Mari bersatu. Kita adalah generasi baru. Lupakan masa lalu, buka lembaran baru.” (@mania_indonesia)


Bonekmania merupakan kelompok pendukung klub representasi Surabaya yaitu Persebaya Surabaya. Sedangkan The Jakmania merupakan kelompok pendukung klub asal ibu kota, Persija Jakarta. Perselisihan mereka sebenarnya hanya buntut dari perselisihan saudara mereka, Aremania di kubu The Jakmania dan Viking di kubu Bonek. Sementara di sisi lain, The Jakmania dan Viking serta Bonek dan Aremania juga memiliki konflik tersendiri. Hal inilah yang menerangkan kalimat ‘Mereka bukan mengkhianati Viking ataupun Aremania’ karena baik The jak maupun Bonek memiliki konflik dengan saudara masing-masing.


Namun, perselisihan itu kini telah usai. Baik Bonek maupun The Jakmania telah menutup lembaran hitam mereka. Namun, menyelasaikan konflik antar pendukung sepak bola bukanlah suatu perkara yang mudah, setidaknya sampai setelah saya membaca sebuah komentar “Tanpa rivalitas, bukan sepak bola Indonesia”. Banyaknya massa yang menjadi bagian dari mereka menjadi sebabnya. Tidak sedikit yang tidak sejalan dengan hal ini. Mereka masih menganggap perseteruan ini adalah perseteruan abadi, perseteruan yang tidak berujung, yang tidak berbatas. 


Namun, lagi-lagi, sudahilah perseteruan ini. Mari bersama menjadi supporter yang membanggakan. Menjadi supporter yang seharusnya, supporter yang mensupport timnya. Tugas kita bukan menggocek bola, bukan menjaga gawang, bukan juga bobol gawang lawan. Tugas kita dalah berteriak di tribun, mendukung tim kesayangan kita, berteriak sekencang-kencangnya, bernyanyi. Dan menjadi supporter yang dengan kita tim bangga ada penyemangat di belakang mereka. 


Dan jawaban untuk pertanyaan di judul saya adalah, ya. Bukan sepak bola Indonesia jika tanpa rivalitas.

Komentar