Ungkapan itu benar
adanya, ungkapan bahwa ‘Tua itu pasti, tapi dewasa adalah pilihan’ benar
adanya. Jakmania telah membuka mata saya bahwa ungkapan itu bukan hanya sederet
kalimat apik, tapi tanpa makna. Kalimat itu bermakna saat disandingkan dengan
seribu satu cerita milik Jakmania.
Dulu, adalah sebuah
ketakutan apabila seseorang mendengar kata ‘Jakmania’. Tukang rusuh, tawuran,
dan sebangsanya adalah kata yang tepat untuk menggambarkan aura Jakmania saat
itu. Saat yang mana Jakmania hanya tahu menang-menang-menang. Saat yang mana
Jakmania yang hakikatnya sekelompok suporter malah menjadi sekolompok beban
untuk Persija.
Jakmania ada karena
Persija. Terbentuknya Jakmania adalah oleh, dari, dan untuk Persija. Namun,
Jakmania pernah digelapkan oleh cinta. Cinta yang menggebu sampai akhirnya
jatuh pada titik fanatik. Benar memang, fanatik itu dekat maknanya dengan
bodoh. Jakmania pernah bodoh karena saking cintanya pada Persija. Dan yang
jarang dari mereka sadari, Persija pernah tersiksa oleh cinta buta mereka.
Berkali-kali peringatan,
sesering itu dijatuhi sanksi komdis, tidak boleh datang ke stadion, dan segala
hal yang berbau hukuman sudah pernah Jakmania rasakan. Sudah dibilang, Jakmania
adalah anak badung pada zamannya. Namun, zaman pasti berubah. Jakmania sadar
apa arti cinta sebenarnya.
Yang cinta pasti tidak
akan menyakiti, begitu katanya. Yang cinta pasti akan melindungi dan yang cinta
pasti akan mengasihi, begitu katanya. Jakmania yang katanya cinta sama Persija,
sudah terlalu lama membuat objek yang dicintainya menderita. Gelontoran uang
sanksi, entah sudah berapa habisnya hanya untuk menebus ulah Jakmania. Nama besar
Persija tercoreng dan tentunya nama Jakmania itu sendiri. Perlahan, Jakmania
berbenah.
Cinta mereka tidak lagi
buta, cinta mereka kini cerdas. Mengapresiasi saat Persija bermain baik,
mengkritik waktu Persija bermain buruk, memotivasi kalau Persija sedang
terpuruk, ah indahnya hubungan mereka ini. Jakmania tertib dalam urusan stadion
dan juga santun kala berkunjung ke kandang lawan. Mereka terakui, gelar
suporter terbaik Piala Presiden 2019 berhasil mereka sandang.
Cerita soal kemarin,
pelemparan batu ke bus pemain Persija oleh oknum suporter PSM Makasar, secara
pribadi saya tidak terlalu khawatir untuk respon Jakmania. Jakmania pernah ada
di posisi mereka, melempar batu sekenanya ke arah bus pemain, dan itu tidak elok,
sungguh. Jakmania pernah ada di situasi emosi membara seperti itu, tapi mereka
tahu, bukan begitu cara mencintai klubmu. Kini Jakmania tahu bagaimana cara
mengatur emosi menjadi teriakan lantang di tribun. Kini Jakmania tahu bagaimana
mengalihkan fokus dari kemarahan pada lawan menjadi kemarahan untuk Persija
kalau bermain buruk.
Jakmania telah belajar
banyak. Saya bangga untuk itu.
Seiring dengan itu,
prestasi Persija kembali mengalir. Walau beberapa waktu belakangan, entah
mengapa, kembali menjadi tim semenjana yang gampang sekali diobok-obok
lawannya.
Huft, mari menghela napas
sejenak. Sepertinya kembali banyak yang tidak beres di internal Persija. Jakmania,
jangan berputus asa. Roda pasti berputar, tapi tidak ada salahnya, sebagai
wujud cinta kita pada macan kita ini, mari kita carikan obat kuat untuk Persija.
Komentar
Posting Komentar