Meski harapan itu ada,
saya masih tidak percaya saat-saat itu telah tiba.
Tahun 2015, saya kira ini
adalah tahun terburuk bagi sepak bola Indonesia secara umum. FIFA memberi
sanksi pada PSSI yakni mengucilkan persepakbolaan Indonesia di panggung
internasional. Ajang terakhir Indonesia adalah pentas SEA Games 2015 Singapura,
setelahnya sepak bola Indonesia benar-benar mati. Liga domestik tidak berjalan
dan pemain sepak bola banyak yang menganggur, sebagai gantinya PSSI menggelar
turnamen-turnamen jangka pendek untuk mengisi kekosongan, sebut saja Piala
Presiden, Piala Jenderal Sudirman, dan Piala Bhayangkara hingga liga
semi-profesional, Indonesia Super Championship (ISC).
Akan tetapi, saya kira di
tahun itu juga perjalanan Persija menuju tangga juara di musim ini dimulai. Dari
turnamen-turnamen yang banyak digelar itu Persija menemukan banyak pemain
bertalenta, entah pemain anyar yang masih bau kencur atau pemain lama yang
seperti menemukan jati dirinya lagi. Contohnya Rezaldi Hehanussa, saya masih
ingat bagaimana ia hanya menjadi penghias bangku cadangan Persija di turnamen
Piala Presiden 2015 dan di turnamen-turnamen berikutnya. Bakatnya baru tercium
saat mulai menjadi pemain regular di era coach Paulo Camargo saat ISC 2016. Hingga
kini, ia masih menjadi kepercayaan coach Teco di lini belakang Persija. Pemain muda
lainnya ada Umanailo, Syahroni, Andik Rendika Rama, dan beberapa lainnya yang
sempat bersinar bersama Persija saat itu, mereka kemudian hengkang untuk
mencari jam terbang lebih di klub lain.
Lalu ada Maman Abdurrahman yang seperti hidup
kembali di Persija, setelah hengkang dari Persib Bandung, kalau tidak salah dia
hijrah ke Persita Tangerang hingga akhirnya ia bermain untuk Persija. Permainannya
sarat pengalaman, musim ini ia kerap menjadi tandem Jaimerson di posisi bek di
mana musim lalu rekan tandemnya adalah Willian Pacheco.
Yang paling fenomenal
tentu kembalinya Bambang Pamungkas ke pelukan Persija. Setelah satu tahun
sebelumnya ia membuat keputusan kontroversial yakni memperkuat Pelita Bandung
Raya (PBR), ikon Persija itu kembali dengan membawa harapan. Di pertandingan pertama
ISL (QNB) 2015 (sedianya tahun 2015 liga yang berjalan adalah ISL, tapi karena terjadi
clash antara pemerintah dan federasi, liga diberhentikan), Bambang
melesakkan trigol ke gawang Arema Cronus. Ban kapten yang setahun terakhir
dipegang Ismed kembali melingkar di tangannya, bukti Bambang masih disegani
kawan dan lawannya.
Manajemen Persija pun
berbenah, puncaknya tentu saat Persija diambil alih pengusaha asal Surabaya,
Gede Widiade. Di banyak kesempatan Pak Gede sering bercerita, saat awal Persija
diakusisi olehnya, kondisi Persija benar-benar memprihatinkan, boleh dibilang
sekarat. Gaji pemain belum dibayar berbulan-bulan (konon masalah ini pulalah
yang membuat Bambang memutuskan pindah klub dan juga beberapa pemain Persija
lainnya), hutang di mana-mana, dan The Jakmania tidak sedewasa sekarang. Tak ayal
Pak Fery, manajer Persija sebelumnya, menjadi sasaran kemarahan The Jakmania. Ia
dituntut mundur dari jabatannya hingga akhirnya tahun 2017 dia benar-benar
mundur. Hats off untuk Pak Fery.
Tahun demi tahun
berjalan, tujuan utamanya jelas perbaikan, tidak muluk-muluk ingin jadi juara,
tidak. Persija yang tidak punya mes sempat memilih Skadron Lanud Halim
Perdanakusuma sebagai lapangan latihan mereka hingga kini manajemen tengah
mengupayakan lapangan latihan di Aldiron, Jakarta Selatan. Persija kerap berpindah-pindah
saat pertandingan kandang, dari Patriot, Bekasi sampai Ratu Pamelingan,
Pamekasan pernah menjadi kandang Persija hingga saat ini manajemen dan pemprov
DKI tengah berusaha merealisasikan stadion BMW.
Persija sudah banyak
melalui pahit getir, asam garam, sampai manisnya kehidupan. Yang terjadi malam
ini, yang terjadi di musim ini adalah hasil tempaan hidup untuk Persija. Meski harapan
untuk juara selalu ada, saat saya melihat M. Ilham masih bermain untuk Persija,
Rezaldi memainkan debutnya untuk Persija, kembalinya Bambang ke Persija, sampai
hadirnya Simic ke Persija, saya tidak pernah menyangka akan menyaksikan Persija
juara Liga Indonesia malam ini.
Impian itu sudah lama
dirajut, kata Pak Gede di awal musim lalu, ‘Setelah musim lalu kita terpeleset
di peringkat 4, bisa saja tahun ini kita terpeleset menjadi juara’. Tidak Pak,
Impian menjadi juara sudah lama dirangkai oleh individu-individu yang mencintai
Persija, juaranya Persija musim ini bukan sebuah kebetulan. Ya, seperti kata
Pak Gede juga saat menghadapi suara miring yang ditujukan pada Persija di
akhir-akhir musim, ‘Menjadi juara bukan sebuah hadiah, melainkan sebuah usaha
tanpa kenal lelah.’ Memang sejatinya begitu, kemenangan adalah buah dari sebuah
proses yang tidak sebentar.
Persija pernah jatuh
sejatuh-jatuhnya saat isu dualisme liga merebak. Persija ISL dan Persija IPL,
semuanya mengaku Persija yang asli, Persija yang menjuarai Ligina 2001. Tidak hanya
itu, tahun 2013 (Persija sudah menjadi satu lagi) Persija terengah-engah hanya
untuk memastikan diri tidak terdegradasi musim berikutnya, tahun 2016 pun sama,
Persija kerap menjadi bulan-bulanan lawannya, Persija berada di titik nadirnya.
Namun inilah Persija,
dibentuk untuk menjadi pemenang bukan pecundang. Persija tidak pernah menyerah
meski nada-nada sumbang menyertai mereka. Saya cinta, saya sangat cinta,
Persija kembali menjadi tim besar yang tahu bagaimana cara membanggakan
suporternya.
Persija, tetaplah
membumi. Prestasimu boleh setinggi langit, tapi pastikan kakimu tetap menginjak
bumi. Turun dari podium juara, kita (saya dan kamu) bukan lagi siapa-siapa. Keberhasilan
ini pastikan bukan yang terakhir. Bersiaplah untuk musim depan, bermainlah
selayaknya macan mengaum, mengoyak, dan menerjang lawannya.
Terakhir, terima kasih
punggawa-punggawa Persija yang tidak pernah mengenal lelah untuk membawa macan
mengaum, yang sudah bermain dengan hatinya, yang memperjuangkan lambang monas
di dadanya. Terima kasih untuk musim yang luar biasa. Untuk pemain yang kelak
akan pergi meninggalkan tim ini, ingatlah kita pernah menangis, tertawa, dan
bersama-sama selama ini. Jangan pernah menyesal menjadi bagian dari keluarga
besar Persija!
Dan khusus untuk Mas
Bambang yang katanya akan gantung sepatu jika Persija juara musim ini: Mas,
2013 lalu, saat anda mendeklarasikan diri sebagai ‘generasi gagal’ timnas,
tahun ini anda membuktikan, anda bukan ‘generasi gagal’ Persija. Dari masih
menjadi pemuda berumur 19 tahun sampai sudah sesenior ini anda telah memastikan
kemampuan terbaiklah yang anda berikan untuk Persija. Salut saya untuk Anda. Terima
kasih untuk tahun-tahun luar biasa Anda bersama Persija. Selebrasi Anda masih
menjadi favorit saya.
Bersiaplah macan! Musim
depan semoga saya bisa mengawalmu langsung di balik tribun.
Komentar
Posting Komentar