Ada banyak hal yang aku suka dari Jakarta
sekalipun aku baru tiga kali menginjak tanahnya. Persija, Pak Anies, Monas, dan
mimpi.
Ada banyak hal yang aku suka dari Solo, tidak
terhitung lagi berapa kali aku menghirup udaranya. Akung, ati, Laweyan, dan kenangan.
Ada banyak hal yang aku suka dari Semarang.
Sudah sejak kecil aku meminum airnya. Akung, ati, Kota Tua, simpang lima,
dan masa kecil.
Sungguh ada banyak hal yang aku suka dari
Jogja meskipun aku tidak memiliki ikatan apapun dengannya. Malioboro, kraton,
ugm, dan harapan.
Aku suka banyak hal dari tempat lain,
sampai aku berpikir, apa yang aku suka perihal Purwokerto?
Bahkan ari-ariku dikubur dalam tanahnya,
napas pertama yang kuhirup adalah udaranya, air yang memandikanku untuk
pertama kali ialah airnya. Lantas aku sudah berbuat untuk kota ini? Hanyakah
aku seonggok daging yang tidak berguna? Apakah aku hanya menumpang lintas di
tanahnya?
Aku senang mencari tempat lain sampai aku
lupa seberapa jauhpun aku pergi, tempatku kembali hanya rumah, Purwokerto.
Purwokerto memberikanku banyak arti. Di
sinilah aku lahir, tumbuh, dan berkembang. Ialah saksinya. Dan aku pulalah
saksi kemajuannya. Kami saling melengkapi, kami saling menghidupi, tapi aku
lupa, kami tidak saling mencintai.
Aku terlalu sibuk mencintai tempat lain
sampai aku lupa ada yang harus lebih aku cintai, Purwokerto.
Purwokerto, biarkan aku pergi. Lalu hukum
aku dengan merindumu sehebat mungkin.
Purwokerto, biarkan aku berkelana. Biar
kamu tahu tempatku pulang hanya kamu.
Mengutip puisi Wira, penyair yang lahir
dari perutmu:
‘Pada akhirnya kita harus berhenti
mengenang dan mulai bertualang, meraih kembali makna pulang.’
Purwokerto,
izinkan aku mencari
Sampai saatnya nanti
Kamulah tempatku berhenti.
24/12/18
Komentar
Posting Komentar