Jika mau dihitung, saya
kenal dan suka Persija kurang lebih delapan tahun. Meski terhitung baru, saya
kira saya sudah cukup banyak pengetahuan tentang klub sepak bola representasi
ibu kota ini. Dari mulai berapa kali Persija menjuarai kasta tertinggi liga
Indonesia, berapa kali Persija berpindah kandang sejak pergi dari lapangan VIJ,
atau siapa saja pemain yang keluar masuk di skuad Persija selama delapan tahun
ini.
Pun dengan julukan yang
melekat di tubuh Persija, ‘Macan Kemayoran’, julukan yang rasanya kurang
lengkap jika tidak diucapkan sehabis mengatakan ‘Persija Jakarta’. ‘Macan
Kemayoran’ sudah tersemat lama di belakang nama Persija, puluhan atau bahkan
ratusan kali saya melafalkannya. Dan entah berapa kali semua orang
mengucapkannya.
Suatu sore saya berpikir,
apa arti di balik julukan ini. Karena jujur saja, jika ‘Macan Kemayoran’
tersebut yang ada dalam pikiran saya adalah seekor macan yang garang, bersiap
mengamuk, dan yang pasti siap membantai lawannya. Lalu terpikir oleh saya, ‘Kenapa
macan? Lantas kenapa Kemayoran?’. Jika pertanyaannya ‘Kenapa macan?’ mungkin
mudah bagi sebagian pikiran saya yang lain untuk menjawab. Macan tidak lebih tidak
kurang sama seperti julukan ‘Maung’ untuk Persib Bandung, ‘Singo’ untuk Arema
FC, ‘Naga’ untuk Mitra Kukar, dan nama-nama binatang lain yang terkenal ngamukan.
Lalu kenapa ada ‘Kemayoran’
di sana? Bukankah daerah di Jakarta bukan hanya Kemayoran? Kenapa tidak ‘Macan
Senayan?’ atau ‘Macan Menteng’ mungkin, protes benak saya.
Rasa penasaran saya terus
bertambah seiring bertambahnya waktu. Mau dianggap angin lalu, tapi penasaran
juga. Akhirnya saya putuskan untuk mencari apa arti sebenarnya dibalik julukan ‘Macan
Kemayoran’.
Adalah Murtado, tokoh
Jakarta di zaman dulu, khususnya daerah Kemayoran. Dia bukan si pitung atau manusia
di balik kostum ondel-ondel. Murtado, saat itu, merupakan pemuda yang baik
dan saleh. Ilmu silatnya termasuk tangguh dan ilmu agamanya jempolan. Murtado dikenal
karena keberpihakannya terhadap rakyat kecil saat banyak jago-jago yang menjadi
kacung Belanda di Batavia.
Jika ada pribumi yang
menjadi antek-antek Belanda sedang meresahkan warga Kemayoran, Murtado tidak
segan-segan untuk mengajak mereka berduel. Meski sering tidak seimbang,
mengingat tidak sedikit kacung Belanda itu, Murtado tetap bisa mengalahkan
mereka.
Karena itulah sebutan ‘Macan
Kemayoran’ muncul untuk disematkan pada Murtado, awalnya. Namun ternyata
julukan itu menyebar dengan cepat ke seluruh Batavia. Dari sinilah kemudian
Persija Jakarta yang baru berdiri diberi julukan ‘Macan Kemayoran’.
Jadi, ternyata ‘Macan
Kemayoran’ tidak bisa diartikan sendiri-sendiri. Dan yang pasti di isetiap nama atau
julukan pasti tersimpan doa. Pun sama seperti julukan yang diberikan untuk
Persija ini. Masyarakat Jakarta ingin Persija seperti Murtado, pahlawannya. Atau
paling tidak seperti macan yang tidak hanya mengaum, tapi juga mencabik-cabik
lawannya.
Komentar
Posting Komentar