Langsung ke konten utama

Terimakasih Persijaku!

(12/11)
Catatan 6 Oktober

Percaya tidak percaya, kadang kita memang perlu percaya pada kekuatan doa. Saya masih ingat, spanduk itu terbentang di Stadion Patriot pada pekan ke-6 Liga 1. Tulisannya jelas dan besar, ‘Biasakan menang hingga menang menjadi kebiasaan.’ Saya tidak tahu jelas siapa pembuat spanduk itu. Yang saya tahu spanduk itu buatan pengurus pusat The Jakmania. Dan yang saya tahu juga, spanduk itu merupakan bentuk protes jakmania atas tiga kali kekalahan beruntun Persija.

Persija takluk di kandang kala bersua Madura United, itu adalah kekalahan ke-3 sepanjang musim. Kekalahan yang menyakitkan karena ribuan pasang mata jakmania menyaksikannya. Alhasil, terpasanglah spanduk itu. Ribuan hati the jakmania menyimpan harap untuk Persija lebih baik lagi.

Setelah pekan ke-6 di Stadion Patriot itu, suatu hal mengejutkan terjadi. Persija menahan imbang Bali United, penguasa papan ataas klasemen kala itu. Meski imbang, ini memberi harapan baru dikala Persija seakan sudah lupa caranya menang. Pekan demi pekan terlampaui. Jutaan doa mengudara, ditangkap langit dan didengar Tuhan. Persija tidak terkalahkan sepanjang 12 laga. Meski tidak semua menghasilkan 3 poin, setidaknya Persija kembali menunjukkan kedigdayaannya.

Saya tidak tahu pasti apa yang dilakukan peletih dan pemain di dalam sana mengenai adanya spanduk itu. Harap saya, semoga mereka benar-benar membiasakan diri untuk menang di setiap laga. Membuat riuh the jakmania karena mereka tahu, pahlawannya telah kembali membuat bangga.

.
.

Seperti baru kemarin saat saya mengucapkan selamat datang untuk coach Teco, seperti luka basah yang masih terasa nyerinya saat mengingat kegagalan Persija di Indonesia Soccer Championship (ISC) 2016. Dan, seperti baru semalam saat saya menulis curahan hati saya kala Persija takluk dari lawannya.

Hari ini, berakhir sudah perjalanan Persija di musim yang luar biasa ini. Musim dimana Persija bercokol di peringkat 4 klasemen akhir. Musim yang istimewa karena Bambang Pamungkas seperti menemukan dirinya kembali, karena Ismed Sofyan semakin tangguh lagi, dan karena Andritany menjelma menjadi sebuah kekuatan super di bawah mistar Persija.

Mengawali musim dengan poin penuh saya kira musim ini akan tanpa batuan terjal, tapi saat dipertandingan ketiga Persija mengalami kekalahan perdana, saya sadar, terkadang kita gagal bukan karena batu yang besar, tapi karena kerikil. Keterlenaan misalnya. Setelahnya Persija seperti kehilangan tajinya, mereka kalah dengan mudah. Tiga pertandingan tanpa poin satupun. Beragam reaksi dicurahkan, bahkan #Tecoout sempat digaungkan.

Namun, inilah yang membuat saya jatuh cinta sekali lagi pada sepak bola. Kesetiaan. Saya kira The Jakmania terinspirasi oleh Sleman Fans yang menyuarakan kekecewaannya dengan cara yang dewasa. Seperti yang sudah saya katakan di atas, The Jakmania lewat pengurus pusatnya membuat sebuah spanduk, hanya satu spanduk itu yang nantinya akan terpasang di tribun patriot. Seperti kata Bung Ferry, ketua The Jakmania, ‘Biarkan pemain, pelatih, dan official melihat sesuatu yang berbeda.’

Sekali lagi, tulisannya jelas dan besar, ‘Biasakan menang sehingga menang menjadi kebiasaan.’ Tulisan itu seperti memiliki magi. Tanda The jak tidak akan meninggalkan Persija, terbukti Persija bangkit setelahnya.

Sempat terseok-seok di awal musim, sempat membuat saya teringat Persija di 2001. Kala itu, pasukan Sofyan Hadi juga sempat terseok-seok di awal musim sebelum akhirnya merengkuh gelar juara. Musim ini Persija yang lama menghuni peringkat 6 dengan cantiknya berhasil menikung Madura United dan Persipura Jayapura di akhir kompetisi.

Banyak kenangan yang tercipta seiring perjalanan ini, yang manis atau pahit, yang senang atau susah. Selamat, Persija telah berjuang secara heroik musim ini. Menunjukkan kembali bagaimana tim besar seharusnya bermain. Sekali lagi Selamat, musim ini telah usai, saatnya beristirahat dan bersiap menyambut musim baru.

Terimakasih untuk pemain yang sudah memperjuangkan lambang monas di dada, yang bermain dengan hati, yang telah memberikan kekuatan dan kemampuannya untuk Persija. Sampai jumpa tahun depan. Untuk pemain yang nantinya pergi, ingatlah kita pernah sama-sama berjuang di tim ini. Kita pernah menangis dan tertawa bersama, jangan pernah menyesal telah bergabung bersama keluarga besar Persija. Terimakasih untuk semuanya.


Terimakasih untuk Persijaku!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kembali ke Swansea City, Melihat Peluang Nathan Tjoe-A-On Merumput di Inggris

  Nathan Tjoe-A-On Saat Direkrut Swansea City AFC ( www.instagram.com/swansofficial) Nathan Tjoe-A-On dipastikan akan kembali ke klub asalnya, Swansea City, setelah menuntaskan masa peminjaman di SC Heerenveen, klub kasta tertinggi liga Belanda, Eredivisie. Kepastian ini didapatkan setelah Nathan melakukan perpisahan di hadapan pendukungnya sendiri usai laga kontra Vitesse (12/5) lalu. Nathan sejatinya masih memiliki waktu sampai 30 Juni 2024 bersama klub yang berkandang di stadion Abe Lenstra tersebut. Namun, Eredivisie memang tinggal menyisakan satu pekan terakhir di musim ini. SC Heerenveen sendiri akan bertamu ke kandang Sparta Rotterdam (19/5) untuk melakoni laga pamungkas. Pemain kelahiran 22 Desember 2001 ini memang sudah tidak asing dengan atmosfer liga Belanda. Selain karena dirinya lahir dan besar di Belanda, Nathan juga sudah sempat mencicipi Eredivisie bersama Excelsior Rotterdam pada musim 2022/2023. Pemain berpostur 182 cm ini pun merupakan hasil didikan SSB Excels

Beda Huruf, Beda Makna, tapi Sama Pengucapan, Apa Itu?

Hai! Maaf ya, Cerita Ifah telat nge-post nih, jadi minggu ini Cerita Ifah akan nge-post dua kali. Semoga kalian gak bosen deh.    Sebelumnya, bahasa adalah salah satu hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan kita. Mulai dari berbicara, menulis, bahka mendengar pun kita menggunakan bahasa. Namun, apa kita benar-benar paham dengan bahasa kita sendiri, bahasa Indonesia?  

Asal Usul 'Macan Kemayoran', julukan Persija Jakarta

Jika mau dihitung, saya kenal dan suka Persija kurang lebih delapan tahun. Meski terhitung baru, saya kira saya sudah cukup banyak pengetahuan tentang klub sepak bola representasi ibu kota ini. Dari mulai berapa kali Persija menjuarai kasta tertinggi liga Indonesia, berapa kali Persija berpindah kandang sejak pergi dari lapangan VIJ, atau siapa saja pemain yang keluar masuk di skuad Persija selama delapan tahun ini. Pun dengan julukan yang melekat di tubuh Persija, ‘Macan Kemayoran’, julukan yang rasanya kurang lengkap jika tidak diucapkan sehabis mengatakan ‘Persija Jakarta’. ‘Macan Kemayoran’ sudah tersemat lama di belakang nama Persija, puluhan atau bahkan ratusan kali saya melafalkannya. Dan entah berapa kali semua orang mengucapkannya. Suatu sore saya berpikir, apa arti di balik julukan ini. Karena jujur saja, jika ‘Macan Kemayoran’ tersebut yang ada dalam pikiran saya adalah seekor macan yang garang, bersiap mengamuk, dan yang pasti siap membantai lawannya. Lalu terpiki