Langsung ke konten utama

Pacaran Yuk!



Kalau kata Rhoma Irama, masa muda adalah masa yang berapi-api. Di masa inilah para remaja mulai mengenal fitrahnya. Apalagi kalau bukan cinta? tapi kayaknya, para remaja belum tahu tuh bedanya cinta beneran sama suka-sukaan doang. Saya sendiri saja suka bingung, ini cinta atau euforia sesaat? Nah, ditengah kebingungan itu, kebanyakan remaja malah banyak yang memilih jalan yang membuat mereka semakin bingung. 

Yap, pacaran. Jalur pacaran banyak diambil oleh remaja-remaja (yang katanya) untuk menghilangkan galaunya, menghilangkan gundahnya. Namun, ada yang penasaran ga sih apa arti pacaran sebenernya? Kenapa remaja-remaja sekarang bisa dengan mudahnya mengucapkan 'Pacaran yuk,' sedang entah mereka tahu maknanya atau tidak. Yang kita tahu itu kan pacaran dilarang oleh agama, lalu bagaimana budaya Indonesia memandang pacaran itu sendiri?.
   
Pacaran berkembang pada zaman dahulu, di penghujung Melayu, sekitar Medan menuju Aceh. Tepatnya di Baros, 400 m dari Kota Medan. Dulu pacaran berkonotasi positif, cara pelaksanaannya pun syar’i karena sejalan dengan syariat islam.

Di Baros dulu, jika ada seorang pemuda yang merasa memiliki ketertarikan pada lawan jenisnya, ia akan mendatangi rumahnya dimalam hari dan akan menemui ayah sang gadis. Ia mengutarakan keinginannya dan ayah sang gadis akan bertanya, ‘Apa kamu serius?’, jika pemuda tadi menjawab ‘Serius.’ dan sang gadis menerima pinangan pemuda tersebut, tangannya akan ditandai dengan daun pacar, menandakan gadis tersebut telah dipinang dan tidak boleh ada yang meminangnya lagi. Lalu, selama 40 hari calon suami-istri itu belajar, yang perempuan belajar menjadi istri yang baik dan yang laki-laki belajar menjadi suami yang baik termasuk mencari nafkah.40 hari itulah yang disebut masa pacaran. Dipacari maksudnya diberi daun pacar.

Beda banget kan sama makna pacaran yang kita tahu? Dalam agama pacaran dilarang dan budaya Indonesia pun tidak mengenal istilah pacaran yang terjadi dewasa ini. Cinta adalah fitrah manusia yang artinya semua manusia pasti merasakan cinta. Termasuk cinta pada lawan jenisnya, tapi pacaran bukanlah tempat penyaluran cinta yang disarankan.

Rasulullah saw pernah bersabda, “Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu untuk menikah, maka hendaklah dia menikah. Karena dengan menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu bisa menjadi perisai baginya” (HR. Bukhari-Muslim).

Menurut hadits Rasulullah di atas jelas sekali jika seseorang telah mampu untuk menikah, hendaknya ia menikah. Dan jika belum, hendaknya berpuasa. Karena dengan puasa nafsu kita lebih terjaga. Coba tengok hadits itu lagi, Rasulullah menekankan kata 'pemuda' di awalnya. Itu berarti ya kita-kita ini. Lalu kita tengok diri kita sendiri, sudah cukup siapkah kita untuk menikah? Jika belum, hendaknya kita menjalankan perkataan Nabi saw diatas. 

Namun, setan ya tetap setan. Tidak ada lelahnya menggoda kita, tapi ingat, kita adalah makhluk tersempurna yang pernah Allah buat. Kita lebih tinggi, lebih kuat, dan lebih apapun dari setan. Bahkan setan disuruh sujud kepada Nabi Adam As. Soo, sudah barang tentu kita pasti bisa melawan godaan setan. 

Kawan, jangan malu dengan status jomblo kita. Dengan kejombloan kita ini, Allah menyuruh kita belajar, memperbaiki diri, untuk nantinya dipertemukan dengan seseorang yang InshaAllah sama baiknya dengan kita. Jadilah jomblo fi sabilillah, jomblo di jalan Allah. Menjadi pemuda yang dirindu surga, menjadi muslimah yang bahkan bidadari surga pun cemburu kepada kita. 

Nah, makanya, pacaran yuk! tapi......
Setelah sah ya.. hehehehe
Semoga Allah senantiasa menjaga kita dari kemaksiatan-kemaksiatan ya kawan. Aamiin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta dan Persahabatan (Prolog)

Apa yang kau pikirkan jika mendengar cerita tentang persahabatan? Apa cerita kuno yang bercerita tentang cinta segitiga, saling berebut, lalu sama-sama mundur perlahan? Atau sahabat yang terus bersama, tiada duka yang mereka rasakan?

Beda Huruf, Beda Makna, tapi Sama Pengucapan, Apa Itu?

Hai! Maaf ya, Cerita Ifah telat nge-post nih, jadi minggu ini Cerita Ifah akan nge-post dua kali. Semoga kalian gak bosen deh.    Sebelumnya, bahasa adalah salah satu hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan kita. Mulai dari berbicara, menulis, bahka mendengar pun kita menggunakan bahasa. Namun, apa kita benar-benar paham dengan bahasa kita sendiri, bahasa Indonesia?  

Asal Usul 'Macan Kemayoran', julukan Persija Jakarta

Jika mau dihitung, saya kenal dan suka Persija kurang lebih delapan tahun. Meski terhitung baru, saya kira saya sudah cukup banyak pengetahuan tentang klub sepak bola representasi ibu kota ini. Dari mulai berapa kali Persija menjuarai kasta tertinggi liga Indonesia, berapa kali Persija berpindah kandang sejak pergi dari lapangan VIJ, atau siapa saja pemain yang keluar masuk di skuad Persija selama delapan tahun ini. Pun dengan julukan yang melekat di tubuh Persija, ‘Macan Kemayoran’, julukan yang rasanya kurang lengkap jika tidak diucapkan sehabis mengatakan ‘Persija Jakarta’. ‘Macan Kemayoran’ sudah tersemat lama di belakang nama Persija, puluhan atau bahkan ratusan kali saya melafalkannya. Dan entah berapa kali semua orang mengucapkannya. Suatu sore saya berpikir, apa arti di balik julukan ini. Karena jujur saja, jika ‘Macan Kemayoran’ tersebut yang ada dalam pikiran saya adalah seekor macan yang garang, bersiap mengamuk, dan yang pasti siap membantai lawannya. Lalu terpiki