Indonesia
kembali meramaikan turnamen dua tahunan tingkat Asia Tenggara, yakni AFF Cup
2016. Setelah PSSI dibekukan oleh pemerintah yang berujung sanksi dari FIFA dipertengahan
bulan Maret 2015, nafas persepakbolaan tanah air seakan terhenti. Tidak banyak
yang dilakukan pemerintah untuk mengisi kekosongan tersebut. Terhitung hanya 3
turnamen dan 1 liga non-resmi yang sempat meramaikan aktivitas sepakbola tanah air.
Namun,
tepat tanggal 16 Mei 2016 kemarin, FIFA resmi mencabut sanksinya untuk
Indonesia setelah pemerintah juga mencabut pembekuannya untuk PSSI. Hal ini
membuat persepakbolaan Indonesia kembali
bisa menarik nafas panjang. Agenda besar untuk Indonesia telah menanti, yakni
Piala AFF yang diselenggarakan November lalu. Dengan persiapan yang terhitung
mepet, Indonesia percaya diri menatap turnamen akbar Asia Tenggara tersebut.
Dengan
semangat dan kerja keras seluruh pemain, pelatih, dan official, tanpa diduga timnas Indonesia yang dianggap underdog berhasil menapaki final.
Berhadapan dengan Thailand yang sudah digadang-gadang menjadi juara di turnamen
ini, Indonesia tidak gentar. Menang 2-1 di leg pertama meski akhirnya kalah 2-0
di leg kedua tidak membuat jejak Indonesia suram. Dengan persiapan minim, diisi
oleh pemain-pemain debutan, dan atmosfer sepkabola tanah air yang belum stabil,
hasil yang telah mereka raih saat ini sungguh luar biasa.
Namun,
suatu malam di minggu final piala AFF saya sempat berpikir, bagaimana jika
Indonesia benar-benar juara piala AFF? Apa reaksi yang ditimbulkan? Satu hal
yang saya khawatirkan adalah reaksi yang berlebihan. Saya takut rakyat
Indonesia termasuk saya sendiri besar kepala tanpa memikirkan apa dampak dari
hal itu. Bukan saya tidak mau Indonesia juara, saya ingin Indonesia mengikuti
jejak Portugal di Piala Eropa lalu, tapi saya tidak ingin Indonesia menjadi
Leicester City yang berjaya di premier league 2015 tapi tertatih-tatih di musim
ini.
Saya
ingin Indonesia menjadi tim yang stabil, jika naik tidak terlalu menanjak,
kalau turun juga tidak terlalu menukik. Saya adalah orang yang sangat percaya
pada proses. Menjadi luar biasa butuh proses yang panjang, tidak langsung jadi
atau lebih kita kenal tim instan. Lalu,
kita sebagai penikmat sepakbola juga harus siap. Jika kita mau tim kita
menjadi juara, kita harus memiliki mental juara. Winning is champion attitude. Karena menjadi juara itu
susah, tidak cuma susah saat menggapainya, tapi juga saat menyandangnya. Kita harus
siap menjadi sorotan massa, sorotan media dunia. Dan yang paling penting kita
harus siap untuk turnamen kedepannya. Datang dengan status juara bertahan tentu
memiliki beban tersendiri bagi siapapun timnya, bahkan saya yakin tim sekelas
Thailand yang baru saja mengukuhkan dominasinya dengan 5 gelar juara masih
merasakan tekanan berarti.
Yang
saya maksud dengan ‘Apa Negara Siap?’ tentu bukan hanya pemerintah, pemain,
klub, atau jajaran pelatih, tapi juga rakyat Indonesia yang masih menganggap
Indonesia sebagai negaranya. Menjadi sukses di kancah internasional tentu harapan lebih dari 250 juta
orang di Indonesia, tapi merengkuhnya tidak gampang. Kita sering sekali nyaris,
sering sekali hampir, apa kita mau selamanya seperti itu? tentu tidak. Karenanya,
persiapkan segala aspek untuk menyongsong Indonesia menjadi raja Asia atau
bahkan raja dunia.
Komentar
Posting Komentar