Langsung ke konten utama

The Moral is Gone




 "Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia."


 Penggalan pidato Bung Karno ini sempat membuat saya tercenung. Saya membayangkan Bung Karno mengucapkannya lantang-lantang di depan saya, membuat saya merinding dibuatnya. Melihat keyakinan wajah beliau membuat saya berkaca, sudahkah pemuda Indonesia mengguncangkan dunia? Sudahkah Bung Karno membuktikan ucapannya? Tidakkah ia tahu bagaimana cermin remaja Indonesia saat ini?


Pergeseran moral remaja di Indonesia sudah menapaki tahap mengkhawatirkan. Entah bagaimana mulanya, remaja Indonesia seperti sudah kehilangan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia. Budaya barat sudah menjadi kiblatnya, mulai dari cara berpakaian, gaya hidup, bahkan perkataannya. Saat ini, Indonesia tengah dilanda degradasi moral. Dimana etika menguap, sopan santun melayang. Dimana hal-hal tabu di zaman dulu menjadi hal yang biasa sekarang. 


Gemerlap globalisasi sudah pasti mustahil untuk ditolak kedatangannya. Sayangnya, kita pun tak kuasa untuk menghambatnya. Globalisasi sudah tuntas menguliti moral remaja Indonesia. Padahal seingat saya, pelajaran ‘Globalisasi’ sudah masuk kurikulum Pelajaran PKn sejak Sekolah Dasar.


Saya tidak sepenuhnya menyalahkan globalisasi, globalisasi banyak manfaatnya untuk kita. Tanpa globalisasi, saya yakin negara kita masih gaptek. Tanpa globalisasi, negara kita masih terbelakang. Tanpa globalisai kita tidak menggenal internet. Globalisasi berarti banyak untuk kehidupan kita. 


Namun, Tidak ada gading yang tak retak, begitu kata peribahasa. Pun dengan globalisasi, nilai minus di sana-sini. Dan kurang siapnya remaja menghadapi globalisasi menjadi sebab banyak dampak negatif bermunculan. Remaja Indonesia sudah banyak yang melupakan hakikat remaja itu sendiri. Remaja yang seharusnya menuntut ilmu malah melakukan hal-hal yang ga jelas. Sebut saja, tawuran, hedonisme, dan sebagainya. 

tawuran pelajar sebagai salah satu dampak globalisasi



Saya juga remaja, saya merasakan bagaimana mengarungi hari-hari untuk mencari jati. Dan mencari jati diri bukan berarti melakukan hal seenaknya. Melakukan hal yang tidak seharusnya kita lakukan. Globalisasi ada agar hidup kita lebih maju, bukan berarti menanggalkan jati diri untuk hal yang melenceng. 


Pejuang sudah memperjuangkan bangsa kita sedemikian rupa, betapa mirisnya jika bangsa kita kelak akan rusak dengan kelakukan remaja zaman ini. Seharusnya mereka hidup di zaman penjajahahan agar merasakan betapa sulitnya mengusir penjajah. Namun, lagi-lagi saya terkesan dengan Bung Karno yang dengan rendah hati mengatakan ‘perjuangan kami melawan penjajah akan lebih mudah dibanding engkau yang akan melawan bangsa mu sendiri’. Apa yang harus dikata jika anak Indonesia menghina benderanya sendiri? Mengejek pejuang proklamasi? 


Tantangan bangsa Indonesia kedepan masih banyak. Jadilah pemuda yang kreattif, yang memberikan sumbangsihnya untuk nusa dan agama. Jadikanlah bangsa Indonesia bangsa yang maju tanpa harus kehilangan jati diri sebagai bangsa yang tangguh. Dan jangan sampai moral pemuda Indonesia hilang tergerus arus.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kembali ke Swansea City, Melihat Peluang Nathan Tjoe-A-On Merumput di Inggris

  Nathan Tjoe-A-On Saat Direkrut Swansea City AFC ( www.instagram.com/swansofficial) Nathan Tjoe-A-On dipastikan akan kembali ke klub asalnya, Swansea City, setelah menuntaskan masa peminjaman di SC Heerenveen, klub kasta tertinggi liga Belanda, Eredivisie. Kepastian ini didapatkan setelah Nathan melakukan perpisahan di hadapan pendukungnya sendiri usai laga kontra Vitesse (12/5) lalu. Nathan sejatinya masih memiliki waktu sampai 30 Juni 2024 bersama klub yang berkandang di stadion Abe Lenstra tersebut. Namun, Eredivisie memang tinggal menyisakan satu pekan terakhir di musim ini. SC Heerenveen sendiri akan bertamu ke kandang Sparta Rotterdam (19/5) untuk melakoni laga pamungkas. Pemain kelahiran 22 Desember 2001 ini memang sudah tidak asing dengan atmosfer liga Belanda. Selain karena dirinya lahir dan besar di Belanda, Nathan juga sudah sempat mencicipi Eredivisie bersama Excelsior Rotterdam pada musim 2022/2023. Pemain berpostur 182 cm ini pun merupakan hasil didikan SSB Excels

Beda Huruf, Beda Makna, tapi Sama Pengucapan, Apa Itu?

Hai! Maaf ya, Cerita Ifah telat nge-post nih, jadi minggu ini Cerita Ifah akan nge-post dua kali. Semoga kalian gak bosen deh.    Sebelumnya, bahasa adalah salah satu hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan kita. Mulai dari berbicara, menulis, bahka mendengar pun kita menggunakan bahasa. Namun, apa kita benar-benar paham dengan bahasa kita sendiri, bahasa Indonesia?  

Asal Usul 'Macan Kemayoran', julukan Persija Jakarta

Jika mau dihitung, saya kenal dan suka Persija kurang lebih delapan tahun. Meski terhitung baru, saya kira saya sudah cukup banyak pengetahuan tentang klub sepak bola representasi ibu kota ini. Dari mulai berapa kali Persija menjuarai kasta tertinggi liga Indonesia, berapa kali Persija berpindah kandang sejak pergi dari lapangan VIJ, atau siapa saja pemain yang keluar masuk di skuad Persija selama delapan tahun ini. Pun dengan julukan yang melekat di tubuh Persija, ‘Macan Kemayoran’, julukan yang rasanya kurang lengkap jika tidak diucapkan sehabis mengatakan ‘Persija Jakarta’. ‘Macan Kemayoran’ sudah tersemat lama di belakang nama Persija, puluhan atau bahkan ratusan kali saya melafalkannya. Dan entah berapa kali semua orang mengucapkannya. Suatu sore saya berpikir, apa arti di balik julukan ini. Karena jujur saja, jika ‘Macan Kemayoran’ tersebut yang ada dalam pikiran saya adalah seekor macan yang garang, bersiap mengamuk, dan yang pasti siap membantai lawannya. Lalu terpiki