Langsung ke konten utama

Pemuda Indonesia 'Gak Ada Matinya!


Pemuda tangguh yang dibutuhkan Indonesia.


Dulu, dulu sekali, tepatnya 87 tahun yang lalu, Pemuda-pemuda Indonesia dari berbagai golongan, bersatu, menyelaraskan tujuan, bersama, saling berjanji untuk sama-sama membangun negeri ini. Negeri yang amat mereka cintai, negeri yang mereka perjuangkan hingga nafas tidak lagi berhembus. Berdoa akan kejayaan negeri ini di tangan pemuda masa depan. 



Dulu, pemuda Indonesia sangat ditakuti dunia, sangat disegani. Dilawan, balik melawan, tidak dilawan mereka menang. 


Dulu...., aih berapa seringnya aku berkata ‘dulu’. Semua itu memang terjadi DULU. Dulu sekali, sebelum individualis menyerang jiwa sosial, sebelum modernisasi membumihanguskan etika. Ya, dulu, betapa indahnya dulu.


Negeri ini sangat bergantung pada pemuda. Tahukah kawan, ‘ibu’ sedang menunggu kita untuk melunasi sumpah kita, sumpah untuk bertumpah darah Indonesia, berbangsa Indonesia, dan berbahasa Indonesia. ‘ibu’ sedang menanti gerakan anak-anak yang tumbuh dari rahimnya untuk maju. 


Namun kawan, apakah kalian tidak pernah mendengar berita tentang kenakalan remaja? Sebut saja, tawuran pelajar, maraknya fenomena hedonisme, penyakit al-wahn, dan lain sebagainya. Tentu saja pernah, bahkan sering, itulah refleksi pemuda Indonesia kini, hal inilah yang  merupakan kelemahan pemuda Indonesia.


Tonggak negara ini ada di kaki para pemuda, masa depan bangsa ini ada di muka para pemuda, tanggungjawab kami kelak tidak mudah, beban yang kami panggul pastilah tidak ringan. Tapi, para tetua percaya bahwa kami kuat, kami bisa, bahkan saking kuatnya kaki dan tangan pemuda, Bung Karno pun tak segan berkata, akan menggentarkan dunia dengan satu pemuda saja. Alamak, bergetar hati mendengarnya.


Dan, ingat kawan, kita, para penerus bangsa, adalah sayap-sayap garuda, sudah saatnya kita menghempaskan sayap, terbang tinggi menembus batas mimpi, melayang, menebus cita-cita pejuang yang menginginkan negeri kita sebenar-benarnya merdeka. ‘ibu’ menangis dalam diamnya, meratapi wajahnya yang kian tua kian buruk, berharap anaknya datang, memperbaiki wajahnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kembali ke Swansea City, Melihat Peluang Nathan Tjoe-A-On Merumput di Inggris

  Nathan Tjoe-A-On Saat Direkrut Swansea City AFC ( www.instagram.com/swansofficial) Nathan Tjoe-A-On dipastikan akan kembali ke klub asalnya, Swansea City, setelah menuntaskan masa peminjaman di SC Heerenveen, klub kasta tertinggi liga Belanda, Eredivisie. Kepastian ini didapatkan setelah Nathan melakukan perpisahan di hadapan pendukungnya sendiri usai laga kontra Vitesse (12/5) lalu. Nathan sejatinya masih memiliki waktu sampai 30 Juni 2024 bersama klub yang berkandang di stadion Abe Lenstra tersebut. Namun, Eredivisie memang tinggal menyisakan satu pekan terakhir di musim ini. SC Heerenveen sendiri akan bertamu ke kandang Sparta Rotterdam (19/5) untuk melakoni laga pamungkas. Pemain kelahiran 22 Desember 2001 ini memang sudah tidak asing dengan atmosfer liga Belanda. Selain karena dirinya lahir dan besar di Belanda, Nathan juga sudah sempat mencicipi Eredivisie bersama Excelsior Rotterdam pada musim 2022/2023. Pemain berpostur 182 cm ini pun merupakan hasil didikan SSB Excels

Beda Huruf, Beda Makna, tapi Sama Pengucapan, Apa Itu?

Hai! Maaf ya, Cerita Ifah telat nge-post nih, jadi minggu ini Cerita Ifah akan nge-post dua kali. Semoga kalian gak bosen deh.    Sebelumnya, bahasa adalah salah satu hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan kita. Mulai dari berbicara, menulis, bahka mendengar pun kita menggunakan bahasa. Namun, apa kita benar-benar paham dengan bahasa kita sendiri, bahasa Indonesia?  

Asal Usul 'Macan Kemayoran', julukan Persija Jakarta

Jika mau dihitung, saya kenal dan suka Persija kurang lebih delapan tahun. Meski terhitung baru, saya kira saya sudah cukup banyak pengetahuan tentang klub sepak bola representasi ibu kota ini. Dari mulai berapa kali Persija menjuarai kasta tertinggi liga Indonesia, berapa kali Persija berpindah kandang sejak pergi dari lapangan VIJ, atau siapa saja pemain yang keluar masuk di skuad Persija selama delapan tahun ini. Pun dengan julukan yang melekat di tubuh Persija, ‘Macan Kemayoran’, julukan yang rasanya kurang lengkap jika tidak diucapkan sehabis mengatakan ‘Persija Jakarta’. ‘Macan Kemayoran’ sudah tersemat lama di belakang nama Persija, puluhan atau bahkan ratusan kali saya melafalkannya. Dan entah berapa kali semua orang mengucapkannya. Suatu sore saya berpikir, apa arti di balik julukan ini. Karena jujur saja, jika ‘Macan Kemayoran’ tersebut yang ada dalam pikiran saya adalah seekor macan yang garang, bersiap mengamuk, dan yang pasti siap membantai lawannya. Lalu terpiki