Langsung ke konten utama

Guru, Pejuang Kemerdekaan Bangsa


Kawan, tahukah kalian tentang peristiwa besar di pertengahan tahun 1945? Peristiwa yang menyebabkan Jepang mengalami kekalahan telak dari AS dan sekutunya? Perisitiwa mendaratnya bom nuklir di tanah nipon? Tentu saja kalian pasti tahu. Tapi, di sini, saya bukan mau berbicara tentang berapa banyak AS mendaratkan bom, atau seberapa parah kerusakan bumi Jepun. Tidak, saya akan berbicara tentang sesuatu yang tidak banyak orang mengetahuinya, sesuatu kecil yang sarat makna.



Tujuh puluh tahun yang lalu, tepat tanggal 6 Agustus 1945, kota besar di Jepang, Hiroshima, dibumihanguskan oleh serangan bom nuklir AS. Tidak cukup sampai di situ, tanggal 9 Agustus, giliran Nagasaki yang merasakan keganasan balas dendam AS. 


Saat itu, Jepang benar-benar kalah, pusat pemerintahan hancur, Jepang berada dalam titik rendah mereka. Tapi, satu hal yang cukup unik, panglima Jepang yang masih bertahan, langsung bertanya pada siapapun yang dia temui, ‘berapa banyak guru yang masih hidup?’. Itu, itulah pertanyaan pertama yang dilontarkan panglima perang Jepang. Itulah bukti, dalam keadaan seperti itu pun, rakyat Jepang tetap menghargai guru. 


Guru, apa yang ada dalam pikiran mu mendengar kata guru? Apa seseorang yang sehari-hari membagikan pengetahuannya pada mu, atau sosok menyeramkan yang tak bosan memberikan PR padamu? 


Guru, tak lebih tak kurang hanyalah seorang manusia biasa. Tapi luar biasanya seorang guru adalah, dia sukarela membagikan ilmunya untuk dilahap semua orang. Di Indonesia sendiripun, pejuang reformasi tak sedikit yang seorang guru. Sebut saja, Ki Hajar Dewantoro, Jend. Soedirman, bahkan presiden ke-4 kita, Gus Dur. Betapa berharganya jasa seorang guru.



Namun, dewasa ini, anak-anak di negeri ini banyak yang tidak berminat menjadi guru, berbagai alasan terlontar, mulai dari malas sampai hal sensitif, gajinya tidak seberapa. Mereka lebih memilih menjadi dokter, arsitek, dan berbagai pekerjaan yang lain. Hei, tak tahukah mereka dokter bisa jadi dokter dengan bantuan gurunya dulu?  


Guru adalah orang-orang pilihan. Orang yang dipilih oleh Allah untuk membantu menjalankan salah satu hal yang tecantum pada pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. 


Guru adalah sosok yang memiliki kesamaan filosofi dengan lilin. Dia membakar dirinya sendiri untuk menerangi jalan yang lain. Guru adalah pejuang kemerdekaan bangsa sesungguhnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kembali ke Swansea City, Melihat Peluang Nathan Tjoe-A-On Merumput di Inggris

  Nathan Tjoe-A-On Saat Direkrut Swansea City AFC ( www.instagram.com/swansofficial) Nathan Tjoe-A-On dipastikan akan kembali ke klub asalnya, Swansea City, setelah menuntaskan masa peminjaman di SC Heerenveen, klub kasta tertinggi liga Belanda, Eredivisie. Kepastian ini didapatkan setelah Nathan melakukan perpisahan di hadapan pendukungnya sendiri usai laga kontra Vitesse (12/5) lalu. Nathan sejatinya masih memiliki waktu sampai 30 Juni 2024 bersama klub yang berkandang di stadion Abe Lenstra tersebut. Namun, Eredivisie memang tinggal menyisakan satu pekan terakhir di musim ini. SC Heerenveen sendiri akan bertamu ke kandang Sparta Rotterdam (19/5) untuk melakoni laga pamungkas. Pemain kelahiran 22 Desember 2001 ini memang sudah tidak asing dengan atmosfer liga Belanda. Selain karena dirinya lahir dan besar di Belanda, Nathan juga sudah sempat mencicipi Eredivisie bersama Excelsior Rotterdam pada musim 2022/2023. Pemain berpostur 182 cm ini pun merupakan hasil didikan SSB Excels

Beda Huruf, Beda Makna, tapi Sama Pengucapan, Apa Itu?

Hai! Maaf ya, Cerita Ifah telat nge-post nih, jadi minggu ini Cerita Ifah akan nge-post dua kali. Semoga kalian gak bosen deh.    Sebelumnya, bahasa adalah salah satu hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan kita. Mulai dari berbicara, menulis, bahka mendengar pun kita menggunakan bahasa. Namun, apa kita benar-benar paham dengan bahasa kita sendiri, bahasa Indonesia?  

Asal Usul 'Macan Kemayoran', julukan Persija Jakarta

Jika mau dihitung, saya kenal dan suka Persija kurang lebih delapan tahun. Meski terhitung baru, saya kira saya sudah cukup banyak pengetahuan tentang klub sepak bola representasi ibu kota ini. Dari mulai berapa kali Persija menjuarai kasta tertinggi liga Indonesia, berapa kali Persija berpindah kandang sejak pergi dari lapangan VIJ, atau siapa saja pemain yang keluar masuk di skuad Persija selama delapan tahun ini. Pun dengan julukan yang melekat di tubuh Persija, ‘Macan Kemayoran’, julukan yang rasanya kurang lengkap jika tidak diucapkan sehabis mengatakan ‘Persija Jakarta’. ‘Macan Kemayoran’ sudah tersemat lama di belakang nama Persija, puluhan atau bahkan ratusan kali saya melafalkannya. Dan entah berapa kali semua orang mengucapkannya. Suatu sore saya berpikir, apa arti di balik julukan ini. Karena jujur saja, jika ‘Macan Kemayoran’ tersebut yang ada dalam pikiran saya adalah seekor macan yang garang, bersiap mengamuk, dan yang pasti siap membantai lawannya. Lalu terpiki