Langsung ke konten utama

Pertemuan untuk Perpisahan



Ular besi ini sudah lebih dari 6 jam membawa ku. Sudah mempertemukan ku dengan beragam orang. Aku memandang sekeliling, ada anak yang sedang tidur di bahu ibunya, ada muda-mudi yang sedang bercengkrama, terkadang tertawa. Juga orang bule yang hanya duduk diam di seberang ku. kereta ini sungguh ramai.


Pada akhirnya satu per satu orang di dalam kereta ini turun, bukan karena tak suka duduk di sini, tapi karena tujuannya telah tersedia dan dia harus meninggalkan kereta ini. Namun, pernahkah kalian berpikir, apa suatu saat nanti kalian bisa duduk di kereta yang sama lagi? Kemungkinanya hanya 1:1000.000 kali, bisa dibilang tidak mungkin. Tapi tunggu dulu, apa benar tidak akan pernah? Apa kita faham betul dengan kereta yang hari ini kita naiki? Apa sebenarnya kita pernah menaiki kereta yang sama berulang kali?

Pun demikian yang aku alami, seseorang yang datang sebulan lalu. Seorang perempuan dengan kerudung panjangnya menghampiri ku, bertanya di mana akhir tujuan ku diperjalanan kala itu, lalu menceritakan tujuan akhirnya, kemudian bertanya lagi, kemudian bercerita lagi. Aku menikmatinya. dan akhirnya dia turun, dunia ku dan dunia nya berbeda lagi. Begitu seterusnya, saat ada seorang bapak yang duduk di kursi depan ku, dia bertanya, aku menjawab, dan aku menikmatinya, kemudian dia turun. Aku menikmati setiap orang yang berbincang dengan ku.

Berulang kali, apa aku bisa bertemu perempuan berkerudung panjang itu berulang kali? Atau seorang bapak itu? Apa aku bisa bertemu lagi dengan orang yang bahkan namanya pun aku tidak tahu? Sama, perbandinganya pun 1:1000.000 kali, bisa dibilang tidak mungkin. Atau mungkin aku pernah bertemu denganya hanya saja aku tidak menyadarinya? Jawabannya, entah.

*

Kereta sedang berhenti. Aku mengalihkan pandangan ku ke arah jendela, jendela yang menyekat antara diriku dan beratus orang di stasiun ini. Melihat orang berpelukan menyambut saudara atau kerabatnya yang datang dari jauh, atau melambaikan tangan melepas saudara atau kerabatnya yang akan pergi jauh. Dan, stasiun tak lebih dari sekedar tempat pertemuan dan perpisahan.

Pada akhirnya, pertemuan pasti berakhir dengan perpisahan, entah pertemuan singkat atau pertemuan panjang sekalipun. Karena tidak akan ada pertemuan tanpa adanya perpisahan. Dan pada perjalanan kesekian yang ku lewati bersama ular besi ini, aku kembali bertemu banyak orang dengan karakternya. []

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kembali ke Swansea City, Melihat Peluang Nathan Tjoe-A-On Merumput di Inggris

  Nathan Tjoe-A-On Saat Direkrut Swansea City AFC ( www.instagram.com/swansofficial) Nathan Tjoe-A-On dipastikan akan kembali ke klub asalnya, Swansea City, setelah menuntaskan masa peminjaman di SC Heerenveen, klub kasta tertinggi liga Belanda, Eredivisie. Kepastian ini didapatkan setelah Nathan melakukan perpisahan di hadapan pendukungnya sendiri usai laga kontra Vitesse (12/5) lalu. Nathan sejatinya masih memiliki waktu sampai 30 Juni 2024 bersama klub yang berkandang di stadion Abe Lenstra tersebut. Namun, Eredivisie memang tinggal menyisakan satu pekan terakhir di musim ini. SC Heerenveen sendiri akan bertamu ke kandang Sparta Rotterdam (19/5) untuk melakoni laga pamungkas. Pemain kelahiran 22 Desember 2001 ini memang sudah tidak asing dengan atmosfer liga Belanda. Selain karena dirinya lahir dan besar di Belanda, Nathan juga sudah sempat mencicipi Eredivisie bersama Excelsior Rotterdam pada musim 2022/2023. Pemain berpostur 182 cm ini pun merupakan hasil didikan SSB Excels

Beda Huruf, Beda Makna, tapi Sama Pengucapan, Apa Itu?

Hai! Maaf ya, Cerita Ifah telat nge-post nih, jadi minggu ini Cerita Ifah akan nge-post dua kali. Semoga kalian gak bosen deh.    Sebelumnya, bahasa adalah salah satu hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan kita. Mulai dari berbicara, menulis, bahka mendengar pun kita menggunakan bahasa. Namun, apa kita benar-benar paham dengan bahasa kita sendiri, bahasa Indonesia?  

Asal Usul 'Macan Kemayoran', julukan Persija Jakarta

Jika mau dihitung, saya kenal dan suka Persija kurang lebih delapan tahun. Meski terhitung baru, saya kira saya sudah cukup banyak pengetahuan tentang klub sepak bola representasi ibu kota ini. Dari mulai berapa kali Persija menjuarai kasta tertinggi liga Indonesia, berapa kali Persija berpindah kandang sejak pergi dari lapangan VIJ, atau siapa saja pemain yang keluar masuk di skuad Persija selama delapan tahun ini. Pun dengan julukan yang melekat di tubuh Persija, ‘Macan Kemayoran’, julukan yang rasanya kurang lengkap jika tidak diucapkan sehabis mengatakan ‘Persija Jakarta’. ‘Macan Kemayoran’ sudah tersemat lama di belakang nama Persija, puluhan atau bahkan ratusan kali saya melafalkannya. Dan entah berapa kali semua orang mengucapkannya. Suatu sore saya berpikir, apa arti di balik julukan ini. Karena jujur saja, jika ‘Macan Kemayoran’ tersebut yang ada dalam pikiran saya adalah seekor macan yang garang, bersiap mengamuk, dan yang pasti siap membantai lawannya. Lalu terpiki