Kutukan 16 Besar?


Saya cukup paham persepakbolaan negeri tidak ubahnya seperti benang yang diulur-ulur sekenanya, kusut. Saya cukup tahu saat persepakbolaan Indonesia diterpa angin musim kemarau, kering. Kusut di hierarki tertinggi, kering ihwal prestasi, tidak ada satupun kebanggaan yang bisa terucap kala berbicara tentang sepak bola Indonesia.

Meski begitu, cinta saya untuk sepak bola Indonesia tidak pernah dan tidak akan bisa luntur. Sebut saja saya bodoh, mencintai saja sudah hal yang berat, ditambah yang dicintai tidak pernah membuat bahagia. Orang yang sedang mencinta mungkin saja sebodoh itu.

Namun, saya tidak senaif itu. Tidak buta oleh cinta yang begitu. Saya tahu dan sangat paham sepak bola di negeri ini tidak begitu baik untuk dibanggakan, tapi justru karena cinta itu saya menyimpan harap dan cita-cita untuk sepak bola Indonesia yang lebih baik lagi.

Malam ini (28/10), harapan dan cita-cita itu membumbung tinggi. Asa yang terkumpul, sudah lama ingin menjemput takdirnya. Piala dunia u-20, satu-satunya target yang dipatok bersama, sekali lagi meleset. Sama seperti pendahulunya, timnas u-23 Asian Games 2018 dan timas u-16 Piala AFC 2018, timnas u-19 Piala AFC 2018 juga rontok di babak 16 besar.

Seakan menjadi kutukan, Indonesia tidak pernah mampu melewati babak 16 besar selama setahun terakhir, kelompok umur berapapun, melawan siapapun. Pertama, timnas Asian Games mendapat lawan asal negara timur tengah, UEA. Sementara garuda muda bertemu lawan yang di tahun sebelumnya mencukur habis mereka 7-3, negara Asia Pasifik, Australia.
Lalu malam ini, negara Asia Timur lah yang menjadi lawan Garuda Nusantara di babak 16 besar, Jepang. Negara yang di atas kertas jauh di atas Indonesia, sang petahana, pemilik juara bertahan di ajang ini. Negara yang sibuk menyiapkan bibit-bibit muda seniman bola saat Indonesia masih ribut urusan rangkap jabatan dan kematian suporter.

Timpang, jelas. Akan tetapi, semangat untuk mampu menundukkan tim Samurai Biru jelas berkobar. Indonesia tidak ingin kehilangan momen untuk bisa menapakkan kaki pada gelaran Piala Dunia u-20 di kandang sendiri, di hadapan puluhan ribu pendukung sendiri. Toh pada mulanya, sepak bola sendiri adalah hal yang tidak bisa diduga, harapan itu terdeklarasikan: ada.

Dan 90 menit itu tergelar sudah. Hasilnya? Jepang masih terlalu kuat untuk Indonesia. Hitungan statistik tidak meleset sedikit pun. Jepang yang unggul, Jepang yang mendominasi, dan Jepang yang ini yang itu, tidak ada yang meleset sama sekali. Meski demikian, Indonesia bukan tanpa peluang. Beberapa kali Garuda Nusantara mengancam lewat aksi cantik para pemainnya. Namun, apa mau dikata. Seberapapun kecewanya kita dengan hasil itu, ia tidak akan berubah. Kedudukan tetap 2-0 untuk Jepang.

Lantas, apa benar soal kutukan itu? Saya sempat beberapa kali menyampaikan saya adalah orang yang skeptis dengan kutukan atau hal klenik lainnya. Pun untuk hal ini, Indonesia yang selalu kandas di babak 16 besar.

Coba kita tengok kembali ke belakang, jauh ke belakang. Saat masa-masa persiapan, lalu laga pertama, kedua, dan seterusnya sampai laga terakhir fase grup. Indonesia selalu mampu menaklukan babak grup, bahkan di grup yang dicap grup neraka. Namun, mengapa? Mengapa Indonesia selalu sulit menembus empat besar?

Menurut hemat saya ini soal mental. Coba lihat di laga terakhir fase grup, saat Indonesia berhasil mencatatkan namanya di board 16 besar. Euforianya sungguh besar, seakan-akan sudah menjadi juara. Memang, timnas memiliki determinasi tinggi, daya juang, usaha yang luar biasa. Sakit memang, tapi harus dikatakan, kita salah berharap pada mereka. Kita seperti menempatkan diri di tengah harapan kosong. Harapan yang terlalu dini, mungkin?

Sekali lagi, hasil tidak seterburu-buru itu. Perlu waktu yang cukup, entah lama entah cepat, yang paling penting adalah efektif. Dan kita diminta untuk bersabar lebih lama lagi. Tidak apa, asal hasil itu ada, proses tidak akan mengkhianati hasil, itu yang saya percaya.

Garuda Nusantara terima kasih untuk tidak menempatkan ego saat pertandingan, untuk tidak mengeringkan keringat lebih awal. Garuda, terima kasih untuk perjuangannya. Di masa depan nanti bersiaplah, mungkin di saat itu lah harapan kami tepat sasaran.

Komentar