Langsung ke konten utama

Adakah yang Salah Dengan Takdir?



(15/9)

Belum lama ini, tepatnya di SEA Games 2017, cabang olahraga sepak bola, Indonesia kalah dari Malaysia di babak semi-final. Masih terbayang jelas kilasan kejadian itu, yang makin nampak jelas di sore ini. Lagi, Indonesia kalah di semi-final, kali ini oleh Thailand di AFF u-18. 

Lagi, kita melihat pemain kita menangis tertunduk, terduduk merutuki kegagalannya, lesu melihat keberuntungan tidak berada di pihak kita. Kita boleh bilang kita belum beruntung, karena memang dari segi apapun, permainan, mental, dan kerja keras Indonesia lebih unggul dari Thailand. Namun, bolehkah kita berkata, adakah yang salah dengan takdir?

Akhir-akhir ini Indonesia memang seperti tengah dipermainkan oleh keberuntungan, oleh takdir. Dimulai dari final piala AFF 2016, titel juara yang sudah di depan mata menjauh begitu saja saat Thailand berhasil mengukuhkan dirinya menjadi raja Asia Tenggara. Begitu pula saat SEA Games kemarin, Indonesia gagal melangkah ke final setelah ditumbangkan Malaysia saat pertandingan hampir selesai. Dan lagi, kini Indonesia kembali harus menyerah di tangan Thailand yang menang lewat drama adu pinalti. 

Terkadang melintas pikiran, ‘apa yang salah? Takdir kah?’. Namun, rasanya tidak elok sekali menyalahkan takdir, yang Maha Menentukan Takdir akan marah mendengarnya. ‘lalu apa?’, tidak ada yang salah. Semua ini terjadi sebagai bahan untuk kita belajar, usaha yang kita pikir cukup pun ternyata belum mampu membawa kita pada keberhasilan, artinya apa? Artinya USAHA KITA KURANG. Mungkin latihan kita kurang keras dari lawan, doa kita kurang lantang dari lawan, dan apapun itu. 

Indonesia bukan tidak mungkin menjadi raja di Asia Tenggara, Indonesia bukan tanpa peluang. Namun, menurut hemat saya, Indonesia masih kurang bijak menghadapi hal-hal seperti ini. Warga Indonesia harus tahu perjuangan pemain di lapangan, bukan hanya tahu ‘oh dia bermain jelek, mari kita caci’, dan keberuntungan tentu tidak akan datang jika seperti ini adanya. Yang Maha Memberi Keberuntungan tidak akan senang. 

Hal ini bukan hanya menyoal tentang takdir, tapi juga perjuangan. Takdir hanya untuk hal-hal yang tidak bisa ditentukan umat manusia, sedangkan perjuangan, kita masih bisa memilih, kita akan menang atau menyerah untuk kalah. Dan berjuang akan selalu memiliki dua kemungkinan, menang atau kalah, sedangkan menyerah hanya memiliki satu kemungkinan yakni kalah. 

Sungguh tidak ada yang bisa disalahkan dalam situasi seperti ini, tapi adanya? perjuangan kita belum cukup. Artinya kita harus berjuang lebih dari ini. Dan disaat kita tahu bahwa perjuangan kita belum cukup, menyerah bukanlah solusi, menyerah bukanlah jawaban. 

Mengutip dari pidato Bung Tomo di Surabaya 72 tahun yang lalu, katakanlah ini Garuda Nusantara:

‘Ini jawaban kita, ini jawaban pemuda Indonesia, selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain putih, merah dan putih, maka selama itu kita tidak akan menyerah pada siapapun juga’

 Katakanlah, Indonesia tidak akan menyerah, sekalipun pada takdir.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Beda Huruf, Beda Makna, tapi Sama Pengucapan, Apa Itu?

Hai! Maaf ya, Cerita Ifah telat nge-post nih, jadi minggu ini Cerita Ifah akan nge-post dua kali. Semoga kalian gak bosen deh.    Sebelumnya, bahasa adalah salah satu hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan kita. Mulai dari berbicara, menulis, bahka mendengar pun kita menggunakan bahasa. Namun, apa kita benar-benar paham dengan bahasa kita sendiri, bahasa Indonesia?  

Kenapa Sepak Bola dan Kenapa Persija?

Seperti jilbab yang tidak mungkin dipakai laki-laki, sepak bola pun terdengar tidak mungkin disukai perempuan. Tidak banyak perempuan yang tertarik dengan olahraga tendang-menendang bola ini. Namun, faktanya banyak perempuan yang suka olahraga bernama sepak bola ini. Bahkan di Indonesia sudah banyak klub-klub sepak bola wanita. 

Asal Usul 'Macan Kemayoran', julukan Persija Jakarta

Jika mau dihitung, saya kenal dan suka Persija kurang lebih delapan tahun. Meski terhitung baru, saya kira saya sudah cukup banyak pengetahuan tentang klub sepak bola representasi ibu kota ini. Dari mulai berapa kali Persija menjuarai kasta tertinggi liga Indonesia, berapa kali Persija berpindah kandang sejak pergi dari lapangan VIJ, atau siapa saja pemain yang keluar masuk di skuad Persija selama delapan tahun ini. Pun dengan julukan yang melekat di tubuh Persija, ‘Macan Kemayoran’, julukan yang rasanya kurang lengkap jika tidak diucapkan sehabis mengatakan ‘Persija Jakarta’. ‘Macan Kemayoran’ sudah tersemat lama di belakang nama Persija, puluhan atau bahkan ratusan kali saya melafalkannya. Dan entah berapa kali semua orang mengucapkannya. Suatu sore saya berpikir, apa arti di balik julukan ini. Karena jujur saja, jika ‘Macan Kemayoran’ tersebut yang ada dalam pikiran saya adalah seekor macan yang garang, bersiap mengamuk, dan yang pasti siap membantai lawannya. Lalu terpiki...