Kacamata






 Aku menikmati saat-saat ini.saat-saat dimana hanya bayangan yang ku lihat. Sekian detik terlihat jelas selebihnya samar. 



Suatu waktu aku berkata pada ibu, “Ibu, pandangan ku kabur,” kemudian ibu berbalik menghadapku, dia memeriksa mataku. Tidak ada yang aneh, kata raut mukanya. “Ibu, sakit mata tidak bisa dilihat secara langsung. Harus menggunakan alat,” kataku lagi. Ibu menghela nafas, “Ya, ibu tahu nak, tadi hanya memeriksa ringan saja,” aku mangut-mangut, kembali bergegas ke kamar. 


Aku suka memainkan mataku, mencoba membayangkan bahwa mataku adalah lensa kamera. Sesaat fokus, sesaat kemudian blur. Mencoba menangkap view kecil yang kadang luput, kemudian mengedipkan mata seolah kamera telah mengambil gambar itu. Mungkin bagi kalian ini aneh, tapi bagiku ini menyenangkan. 


Mataku hanya mampu melihat hingga jarak 50 cm saja, rabun dekat. Setelah ku hitung, kira-kira aku mempunyai miopi sebanyak -1,5 dioptri, hanya perkiraan saja. Kata teman-teman, aku harus pergi ke dokter mata untuk memastikannya. Namun, aku selalu hening untuk itu. Hingga suatu saat, ibu mendatangi kamar ku, “Kejora, mari kita pergi ke dokter mata,” aku sedang belajar saat tiba-tiba suara ibu terdengar dari depan pintu, aku menatap ibu sekejap kemudian mengangguk.


Dalam perjalanan ibu bercerita tentang penyakit yang ku derita. Miopi, adalah penyakit biasa yang sering di derita oleh pelajar, hal ini terjadi karena pelajar sering sekali mengabaikan jarak aman membaca. Miopi adalah saat dimana bayangan benda jatuh di belakang retina, bola mata mencembung, sehingga harus dibantu oleh lensa cekung. Selama ibu bercerita aku hanya diam, secara harfiah miopi adalah penyakit tapi bagiku ia adalah anugerah, tidak semua orang memiliki penyakit ini, sama seperti penyakit lainnya, tapi ini menyenangkan.


Sudah 5 menit aku berada dalam antrian balai pengobatan mata, menunggu perawat memanggil namaku. Tidak lama, akhirnya aku masuk ke ruang dokter. “Selamat siang, mari nak duduk,” sapa dokter spesialis mata itu. Belum diperiksa pun aku telah membayangkan bagaimana rupa kacamata kun anti. Aih, betapa cantiknya dia. Hingga pemeriksaan selesai, yang ada dalam pikiran ku hanya satu: kacamata.











Komentar