Langsung ke konten utama

Postingan

Kembali ke Swansea City, Melihat Peluang Nathan Tjoe-A-On Merumput di Inggris

  Nathan Tjoe-A-On Saat Direkrut Swansea City AFC ( www.instagram.com/swansofficial) Nathan Tjoe-A-On dipastikan akan kembali ke klub asalnya, Swansea City, setelah menuntaskan masa peminjaman di SC Heerenveen, klub kasta tertinggi liga Belanda, Eredivisie. Kepastian ini didapatkan setelah Nathan melakukan perpisahan di hadapan pendukungnya sendiri usai laga kontra Vitesse (12/5) lalu. Nathan sejatinya masih memiliki waktu sampai 30 Juni 2024 bersama klub yang berkandang di stadion Abe Lenstra tersebut. Namun, Eredivisie memang tinggal menyisakan satu pekan terakhir di musim ini. SC Heerenveen sendiri akan bertamu ke kandang Sparta Rotterdam (19/5) untuk melakoni laga pamungkas. Pemain kelahiran 22 Desember 2001 ini memang sudah tidak asing dengan atmosfer liga Belanda. Selain karena dirinya lahir dan besar di Belanda, Nathan juga sudah sempat mencicipi Eredivisie bersama Excelsior Rotterdam pada musim 2022/2023. Pemain berpostur 182 cm ini pun merupakan hasil didikan SSB Excels

Kalah (Lagi)

  Saat saya menulis ini, laga semifinal AFF 2022 memasuki menit ke-80. Indonesia masih ketinggalan 2 gol dari Vietnam. Kalau sampai akhir laga Indonesia masih tertinggal, itu artinya ucapkan selamat tinggal pada laga final. Final yang sejatinya bisa menjadi final ketujuh untuk Indonesia. Final yang meski hasilnya selalu membawa Indonesia ke tempat kedua, selalu dapat menetaskan asa. Tapi, sepertinya laga memang akan berakhir baik untuk Vietnam. Kalau dilihat dari segi permainan, mereka sangat solid dan seperti sudah tahu bagaimana laga akan dimainkan. Dari segi mental, jelas mereka percaya diri menari-menari di hadapan pendukung sendiri. Ya, malam ini, My Dinh bergemuruh dengan terompet-terompetnya. Melawan tim sekelas Indonesia yang masih angin-anginan jelas bukan perkara sulit untuk The Golden Warrior yang perkasa tahun-tahun ke belakang. Saya sendiri penasaran setengah mampus dan jadi bertanya-tanya sendiri. Alasan apa lagi di balik gagalnya Indonesia di AFF edisi kali ini. Saya

Menyoal Indonesia Raya

 S aat saya secara rutin mendengarkan lagu Indonesia Raya setiap minggunya di upacara hari Senin, itu sudah lama sekali. Saat beberapa kali mendengarkannya kala timnas berlaga di pentas internasional, itu juga sudah cukup lama terlebih setelah 'terkurungnya' dunia seperti saat ini. Indonesia Raya secara umum, mungkin hanya akan ramai diperdengarkan saat tahun mulai memasuki bulan kedelapan. Namun, bagi saya Indonesia Raya tidak pernah kehilangan maginya.  Secara naluriah, mungkin saya tidak pernah membenci Indonesia meski ucapan serupa sering keluar dari mulut dan pikiran saya. Mungkin saya tidak pernah benar-benar menyerah dengan keadaan bangsa hari ini. Pada akhirnya, saya kalah lagi dan terbirit-birit meninggalkan semua sirkus-sirkus badut atau manusia bertopeng yang kalang kabut. Kembali mendengarkan Banda Neira dan berharap suatu hari saya bisa mendengarnya langsung dari pinggiran laut Banda.  Indonesia Raya menjadi senjata termudah untuk saya. Apalagi kala mendengarkan 3

Tentang Tinggal atau Meninggalkan

Secara ekstrem bisa kukatakan, mungkin aku sudah lama kehilangan perasaan terhadap Persija. Tim pertama yang kudaku sebagai tim kesayanganku. Pembuka gerbang antara diriku dan sepak bola yang menyenangkan. Sepanjang ini, Persija sebenarnya tidak pernah benar-benar membuatku puas apabila melihat dari persoalan gelar. Sebelum dan sesudah sanksi FIFA yang fenomenal itu, paling tidak sejak dualisme liga yang memalukan, Persija hanyalah tim biasa yang turut serta meramaikan liga. Sejenak lupakan dulu gelar juara di 2018. Meski kuharap itu bukan one in million, semoga Persija tidak perlu berpuasa lagi setelah menunggu waktu lama untuk berbuka. Musim terakhir ditambah tiga laga sebelum kompetisi dihentikan akibat pandemi, hanyalah sepotong kecil dari perjuangan Persija yang tidak pernah mudah. Bukan bekal yang cukup untuk menghadapi kekosongan tanpa sepak bola yang sekalipun tidak pernah masuk dalam dugaan umat manusia. Sejurus dengan itu, aku juga sudah lama tidak berbagi kisah tentangny

Hari-Hari Terakhir

Gambar nemu di twitter, bener banget ga si?!?! Aku tidak tahu mengapa potongan ingatan ini begitu terang di layar memoriku meski setahun sudah berlalu. Semua terasa seperti baru dijalani sedetik lalu, seolah waktu yang terbentang antara saat itu dan kini tidak pernah ada. Mungkin karena aku menjadikannya penanda atau memang saat itu adalah saat yang patut diingat. Ah, sebenarnya tidak juga. Saat itu hanyalah satu hari biasa yang tidak beda dengan hari-hari sebelumnya. Ya, walau hari itu tidak pernah sama dengan hari-hari setelahnya. Nah, mungkin karena itu. Hari itu adalah bagian dari hari-hari terakhirku menjalani kehidupan ‘biasa’. Cerita bermula dari tugas yang dilayangkan dosen pada Rabu dan harus sudah dikumpulkan satu hari setelahnya. Sebenarnya tugas gampang saja, hanya disuruh merangkum materi. Tapi, ya, karena dasarnya aku suka menunda entah untuk melakukan apa saja, pulang kelas di Rabu itu aku tidak langsung mengerjakannya. Aku terlebih dahulu ingat punya janji dengan seor