Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2019

Timnas u-22: Pesimisme dan Raja ASEAN

(26/2) Indonesia menemui paradoksnya malam ini. Timnas yang malam ini bermain menempatkan dirinya bagai bunga mawar di gurun pasir. Merekah merah, sendirian. Atmosfer sepak bola dalam negeri akhir-akhir ini memburuk, sekaligus membaik. Memburuk karena huru-hara yang disimpan Pak Joko “Jokdri” Driyono dan hulubalangnya terkait permainan kotor sepak bola, mulai mencuat ke publik. Membuat ramai pemberitaan dan tak kalah pentingnya membuat miris para pecinta sepak bola tanah air. Namun, di satu sisi juga membaik karena hal itu cepat terungkap dan tidak semakin membusuk di tangan para elite. 2018 menyisakan banyak cerita yang terus berlanjut sampai saat ini. Setelah babak belur di AFF Cup 2018, publik sepak bola kita digemparkan dengan munculnya berbagai kisah ‘permainan belakang’ yang ada di kompetisi domestik buatan PSSI, dari kasta terendah sampai hierarki tertinggi. Dari akar rumput sampai pemangku kepentingan. Bukan cerita baru memang, tapi melihatnya terungkap sedemikian di

Rumah

Kita tentu sudah lama mengenal ungkapan ‘Rumahku surgaku’. Ya seperti secara harfiahnya surga, tempat manusia ingin selamanya tinggal di sana, pulang. Tempat yang indah dan nyaman, yang membuat manusia bahagia. Setidaknya begitulah gambaran surga yang sudah ditanamkan sejak kecil pada kita. Sama seperti surga, rumah diharapkan mampu menjadi tempat yang indah dan nyaman. Tempat yang pertama kali terpikirkan saat tubuh butuh istirahat, pikiran butuh kesunyian, dan jiwa butuh ditenangkan. Bahkan, sejauh apapun seorang petualang pergi, tempatnya pulang tetaplah rumah. Saya pikir, siapapun dia pasti butuh rumah, termasuk sebuah klub sepak bola yang dalam hal ini berarti butuh kandang. Tanpa rumah, lalu apa makna pulang? Konsep sepak bola modern mengusung ide untuk membagi liga domestik menjadi dua putaran. Satu kali bermain kandang dan satu kali bermain tandang, singkatnya home-away. Sampai hari ini jika ada tim yang bermain di kandangnya sendiri masih dianggap sebagai keu